Sejarah Desa
Sejarah
Pada jaman dahulu dikawasan sebelah Timur Gunung Lawu ada pendatang terdiri dari suami isteri dengan kedua orang anaknya. Ditempat yang baru itu mereka berempat bermukim di dekat sebuah batu besar Pendatang tersebut bernama KYAI KASIM. Sedang dua orang anaknva masing-masing bernama Redjosentono dan DIpokromo. Keluarga Kyai Kasim termasuk orang-orang agamis dan seluruh keluarganya memeluk agama Islam. Jadi tidaklah mengherankan apabila ditempat yang baru itu mereka mengembangkan agama Islam kepada masyarakat setempat. Kyai Kasim sendiri kecuali menekuni agama Islam yang dipeluknya, juga gemar "mesu budi", yakni bersemedi atau bertapa.
Pada suatu hari Kyai Kasim bermaksud melakukan semedi mluwang Yakni duduk di dalam lubang galian sedalam 2 meter dan ditutup rapat. Maka diberitahukanlah isteri serta kedua anaknya akan maksud tersebut. Kepada isterinya diperintahkan agar memasang benang yang dapat ditarik ke atas (dari luar) dan dapat pula ditarik dari bawah (dari dalam galian) yang digunakan untuk semedi tersebut. Benang itu sebagai alat pertanda mati ataua hidup Kyai Kasim di dalam lubang itu. Dengan perjanjian bahwa benang itu ditarik-tarik pada saat-saat tertentu. Apabila isterinya menarik benang itu ke atas dan suaminya mengimbangi menarik benang itu dari dalam lubang, berarti Kyai Kasim masih hidup. Tetapi apabila sebaliknya berarti Kyai Kasim sudah meninggal dunia.
Dengan perjanjian tersebut pada saat-saat yang telah disepakati bersama, isterinya selalu menarik-narik benang yang dipasangnya. Pada suatu hari Nyai Kasim mendatangi tempat suaminya bertapa dan menarik-narik benang yang dipasangnya sebagaimana biasanya yang telah dijanjikan kepadanya. Tetapi alangkah terkejutnya Nyai Kasim ketika benang yang ditarik-tariknya ternyata tidak diimbangi dari dalam. Dicobanya lagi berulang-ulang tetapi hasilnya sama saja tidak ada imbangan dari dalam. Inin berarti bahwa Kyai Kasim telah meninggal dunia di dalam lubang itu.
Nyai Kasim masih juga mencarı akal barangkali jiwa suaminya masih dapat ditolong. Kyai Kasım diangkat darı dalam lubang itu dan setelah sampai di atas Nyai Kasim mencari ILIR (Jw. Tepas) yang besar untuk mengiliri (Jw. Nepasi) Kyai Kasim. Dengan cara ini barangkali Kyai Kasim dapat bernafas karena kena udara darı ilir itu. Ternyata dengan upaya itu Kyai Kasim hidup kembali bahkan akhirnya menjadi seorang Kyai yang sakti. Ketika meninggal dunia jenazahnya dimakamkan dimakam desa tersebut. Dengan kejadian itu Nyai Kasim menamakan tempat bermukim dengan keluarganya itu NGILIRAN (dari kata ILIR), akhirnya menjadi nama Desa Ngiliran sampai sekarang ini.
Daftar Kepala Desa
Nama-nama Kepala Desa Ngiliran yang mengukir pemerintahan desa adalah sebagai berikut:
- Bapak Rejosentono (Tahun 1900-1910)
- Bapak Suto Jemblek (Tahun 1910-1913)
- Bapak Tirto Leksono (Tahun 1913-1920)
- Bapak Wiryo Sentono (Tahun 1920-1946)
- Bapak Kyai Tomo (Tahun 1946-1947)
- Bapak Asmo Iran (Tahun 1947-1948)
- Bapak Surat (Tahun 1948-1950)
- Bapak Sastro Kariyo Dikin (Tahun 1950-1990)
- Bapak Sukarmanto (Tahun 1990-2007)
- Bapak Sukono (Tahun 2007-2013)
- Bapak Karmo (Tahun 2013-Sekarang)